Minggu, 01 Juli 2012

cerpen-part 2 Ferdi


Part 2: Ferdi

“Ferdi! Ini yang kamu cari, kan?”
Pagi itu seperti biasa, kau selalu lebih dulu menemukan apa yang kucari. “Hebat! Thanks ya!” ucapku sambil menerima buku karangan Dan Brown yang kausodorkan.
Selanjutnya seperti biasa pula, aku berjalan menuju meja pustakawan. Tapi tiba-tiba kau memanggilku.
“Ferdi!”
Aku menoleh. Terlihat kau berdecak sesaat dan mengacungkan sebuah kartu untukku. “Lupa lagi, kan, kartu perpusnya?”
“Oh… iya! Pake kartu ya nyewanya?” tanyaku tolol. Tentu saja pakai kartu!
Ya, akhirnya semua ini berakhir seperti biasanya pula. Aku meminjam kartumu untuk menyewa buku karangan Dan Brown. Aku juga tidak tahu kenapa aku selalu lupa membawa kartu. Tapi untungnya kau selalu ada meminjamiku kartu.
“Terima kasih!” ucapku padamu.
xOx

Aku sudah merenungkan hal ini berulang kali. Kau memahamiku dengan baik. Sampai kebiasaan-kebiasaan kecil seperti yang selalu terjadi di perpustakaan pun kau tahu. Apa ini karena kita sudah tiga tahun menjadi teman kuliah? Ya, kurasa itu salah satu faktornya. Hmm… tapi aku tidak mau berpikir macam-macam. Kau teman terbaik yang kumiliki.
xOx

Pagi menjelang siang. Seusai kuliah sekitar pukul sepuluh, seperti biasa aku mampir ke kafetaria mungil di seberang kampus. Seperti biasa pula aku tidak punya teman sarapan dan aku mengajakmu.
“Hey, meja itu kosong! Ayo cepet!”
Kau menarikku untuk buru-buru menempati meja di dekat jendela kaca besar. Diam-diam aku tersenyum. Ini lucu bagiku. Kau terlalu terobsesi untuk menempati meja di dekat jedela kaca besar itu. Sehingga begitu melihat meja itu kosong, kau langsung menyerbu seperti melihat artis.
Selanjutnya acara sarapan ini berlangsung seperti biasa. Mengenyangkan dan menyenangkan. Saking menyenangkannya kita sampai tidak beranjak pergi walau makanan kita sudah habis sejak sejam yang lalu.
Drrt… drrt… drrt… ponselku di meja bergetar. ‘MyDear’. Aku tersenyum melihat siapa penelepon itu.
“Pagi, sayang!” sapaku ringan. Selanjutnya aku berbincang-bincang ringan dengan lawan bicaraku di telepon yang tidak lain adalah kekasihku, “Iya ini udah selesai kuliahnya… Oh kamu udah di sana? Hahaha… iya-iya… Oke… bisa kok… Ya udah aku ke sana, ya!”
Klik. Aku mengakhiri sambungan teleponku. Lalu aku mendongak. Menatapmu yang hanya diam tersenyum. Ya, kau pasti sudah tahu juga kebiasaanku yang ini.
Aku berkata sedikit tidak enak, “Nin, aku duluan ya! Thanks udah nemenin makan!”
Kau hanya diam tersenyum dan mengangguk menanggapi salam perpisahanku.
xOx

Aku juga sudah merenungkan hal ini berulang kali. Apa tindakanku kelewatan menerima telepon pacar di hadapanmu? Jujur aku merasa tidak enak. Seperti pamer aku memiliki pacar sedangkan kau tidak. Tapi kita sudah terbiasa saling terbuka dalam segala hal. Aku justru merasa aneh kalau harus bersembunyi darimu hanya untuk menelepon pacar.
Tadi, di tengah perbincangan seru kita di kafetaria, iseng-iseng aku bertanya apakah kau sudah punya pacar? Apakah ada orang yang kaucintai? Dan kau hanya diam menanggapi pertanyaanku. Ketika aku bertanya kenapa hanya diam, kau justru tersenyum. Ketika aku bertanya kenapa kau hanya tersenyum, kau masih saja diam. Aku mulai bingung. Jangan-jangan kau tidak suka aku menanyaimu masalah pacar.
Oh ya ampun, kau membuatku gila!
xOx


Tidak ada komentar: