Minggu, 03 November 2013

When There is a Will, There is a Way

Lampiran

Dengan ini saya Aristi Aminna Dian Pradana menyatakan bahwa cerpen berjudul When There Is A Will There Is A Way orisinil dan belum pernah dipublikasikan ke media manapun sebelumnya. Kepada pihak Aneka Yess! mohon mempublikasikan cerpen saya. Terimakasih atas perhatiannya dan kesediaan mempublikasikan cerpen saya.



















Tertanda Aristi Pradana

When There is a Will, There is a Way

 “Gila! Kardigan jelek mirip gombal masak nyokap gue gini aja Rp 300.000,-. Sadis amat yang ngasih harga!” umpat Olin saat melihat-lihat baju di salah satu kawasan perbelanjaan.
“Ehem-ehem!” tiba-tiba terdengar deheman keras dari belakang Olin.
Olin yang lagi naik darah kontan langsung memaki orang tersebut tanpa melihat siapa orang tersebut terlebih dahulu, “Kalau lagi batuk diobatin donk! Jorok tau sampe dahakan gitu!” makinya.
“Jorok ya?” sahut orang tersebut dengan nada tenang.
“Ya iyalah!” protes Olin sebal. Pake nanya!
“Tadi ngatain jelek. Sekarang nagtain jorok. Berani bayar berapa buat bayar denda atas tindakan tidak sopan?” tiba-tiba orang tersebut menantang. Nah lho! Kok orang itu marah-marah Olin ngatain kardigan yang dijual di toko ini jelek.  Jangan-jangan.....
 Olin berbalik perlahan dan berharap semoga feelingnya salah. Namun, ternyata bukan Dewi Fortuna yang menyertainya saat ini. Melainkan Dewi Apes yang menyertainya. Jadilah Olin apes, karena ternyata yang di belakangnya adalah sang pemilik toko!
“Em...e..” Olin geragapan. Bingung  mau berkata apa pada sang pemilik toko tersebut, “Em...ada yang lebih mahal nggak dari ini? Soalnya harga kan biasanya menentukan banget ya kan? Nah ini cuma Rp 300.000,-.  Jadi  ya...kurang okelah! Ada yang 2 juta nggak? Kalau ada saya ambil yang 2 juta itu aja deh, Bu!” Olin beralasan. Semoga dengan berlagak sok kaum borjuis seperti ini dapat menyelamatkan harga dirinya!
Ibu paruh baya dengan dandanan heboh plus menor disana-sini yang ternyata sang pemilik toko itu langsung menatap Olin dari atas sampe bawah―bolak-balik pulak!―dengan tatapan yang mengisyaratkan sejuta arti. Nggak percaya, nggak mungkin, mustahil dan segala bentuk ketidakpercayaan kalau Olin ini tajir.
Dalam hati ibu itu berniat mau mengambilkan saja baju seharga 2 juta. Biar mati nih anak nggak bisa bayar. “Ya sudah tunggu sebentar saya ambilkan bajunya.” kata ibu itu lalu menghilang di balik deretan baju yang berjuntai indah bikin semua orang laper mata.
Tapi Olin ternyata lebih pinter ketimbang ibu-ibu nggak sadar umur itu. Pas si ibu itu masuk ke dalam ngambilin baju, Olin langsung kabur dari toko. Nggak peduli mbak-mbak SPG-nya pada ngeliatin Olin. Yang penting selamet dari rajanya dulu. SPG, urusan belakangan. Orang nggak kenal aja.
Selamat dari badak menor itu, Olin kembali ke misinya beburu baju murah tapi tetap up-to-date untuk acara pensi lusa nanti. Niatnya sih dia mau nggak datang. Tapi nggak ikut pensi akan berakibat mengubah dirinya seakan-akan menjadi manusia purba yang kesasar di tahun 2010. Mengapa? Karena nanti ia akan diberondong cemooh berbunyi, ‘Dari abad berapa sih lo dateng? Masa sampe nggak ikut pensi?’. Sadis kan? Jadi jangan sampe deh ngalamin bencana bernama ’Nggak Ikut Pensi’!
Sudah hampir 3 jam Olin muter-muter di Mangga Dua sampe betisnya udah nggak bisa dibedain lagi sama pemain sepak bola. Tapi, perburuannya belum juga membuahkan hasil. Ya gimana lagi. Olinnya sih yang kelewat kere. Dia nggak mau nabung jauh-jauh hari buat prepare pensi. Alhasil dia cuma mematok budget Rp 30.000,-  untuk mendapatkan satu stel baju lengkap dari atas sampe bawah. Dapet apaan coba. Angkotnya ke sana aja udah makan dana Rp 3000,- ?! Sebenarnya Olin juga sudah tahu segala kemustahilan itu dari awal. Tapi, ia terus berusaha menentramkan pikirannya dan terus memaksa otaknya untuk percaya bahwa keajaiban itu ada. Tapi nyatanya....
 “Ah...270.000! Angka nol di duit gue kurang satu nih. Coba nol di duit gue bisa ditambahin. Jadi deh nih baju gue bawa pulang.” gerutunya dalam verse ke-1. “Halah! Keliatannya aja Diskon 50% plus 15%! Tapi kalau harga awalnya 300.000 juga sama aja nggak kebeli!” itu verse ke-2. “Ha! Ada yang 27.000 nih!” pekiknya girang. Namun beberapa saat kemudian, “Ya ampun ternyata cuma kaos oblong putih doangan. Mana buat cowok pula! Sama juga boong!” itu verse ke-3 nya.
Dan kenyataannya adalah nggak ada keajaiban! Nelangsa banget tuh bocah. Jalan-jalan sendirian, muka juga kelipet-lipet BT gitu. Udah mirip anak ilang. Tapi Olin nggak mau nyerah. Ia tetap berkeliling menelusuri hingga ke sudut-sudutnya. Meneliti setiap baju yang ia temui dengan rumus pengeliminasian. Yaitu mengeliminasi yang harganya nggak kompromi sama kantong, dan mempertimbangkan yang sesuai persyaratan (murah dan up-to-date). Namun perbandingan keduanya hampir sejuta banding seperempat. Alias banyakan yang nggak cocok dari pada yang cocok. Huh! deretan baju ini bener-bener bikin ngeces! Pikir Olin.
Tiba-tiba pikirannya teralihkan oleh sebuah vest yang keren abis. Bahannya jins hitam dengan hiasan manik-manik pink dan abu-abu yang membentuk gambar tengkorak. Pasti di-mix sama kaos stripes-stripes pink putih bagus, pikirnya. GUE MAU YANG INI. Rasanya  Olin ingin teriak. Namun suaranya tertahan oleh rasa kecewa karena harganya mahal. Urgh...!
%%%%%

 “Kalau gue mau pake dress biru gue yang baru itu,” ujar Mita nggak mau kalah dengan Kikan yang katanya pensi nanti mau pake terusan Dolce & Gabbana yang asli dibeliin kakaknya dari Milan.
“Warna dress lo bagus, lho Mit! Biru laut! Kalau terusan D&G gue itu warnanya peach-peach gitu. Trus model kerahnya yang mirip kimono itu keren banget bikin terusan gue keliatan kalau asli branded. Dan untung gue punya tas tangan Fendi warna putih kan match banget sama D&G gue itu,” jelas Kikan panjang lebar dengan penekanan lebih pada setiap kata D&G dan Fendi. Bilang aja mau pamer. Pake embel-embel muji dressnya Mita segala biar nggak keliatan pamer! Batin Olin sengit.
“Lin besok lo mau pake apa?” tanya Mita kepada Olin, hanya sekedar untuk menyiasati Kikan yang sudah siap-siap mau mamerin terusan D&Gnya lagi, supaya mingkem!
“Gue sih yang jelas mau pake baju bukan karung beras.” jawab Olin cuek.
“Ih....Olin! Ngelawak mulu! Serius nih!” desak Mita kepada Olin yang emang jago ngebanyol, “Jadi baju lo ntar gimana? Awas ya kalau jawabnya ngaco lagi!” ancam Mita.
Duh...Mita ngebet banget sih pingin tau baju gue ntar. Baju gue kan jauh gila levelnya sama dia. Bisa ajlok nih karisma gue. Pikir Olin.
Olin memutar otak. Dan kayaknya kabur menjadi satu-satunya jalan keluar saat ini. “Aduh, Mit! Kayaknya perut gue kangen kamar mandi deh! Gue ke kamar mandi dulu, ya! Emergency!” seru Olin bohong dan langsung kabur tanpa menghiraukan 2 teman sekelasnya yang hanya bisa bengong.
%%%%%
Dengan wajah kusut, Olin masuk ke kamarnya dan langsung membanting diri di atas ranjang tempat tidurnya. Tamatlah riwayat gue! Batinnya nelangsa. Udah nangis bombay sampe mata pedes cuma biar Mama luluh mau mengucurkan dana, e...nggak taunya Mama tetep keukeuh nggak mau bagi duit sedikitpun. Sambil menerawang langit-langit kamarnya, Olin masih membayangkan vest yang ia temui kemarin.
“Keren banget!” desahnya pelan dengan wajah mupeng yang kembali kumat. Dari jins item, trus ada manik-manik tengkoraknya. Pasti kalau dipaduin sama kaos garis-garis pink putih yang gue punya cocok. Batinnya lagi. Di sisi lain, Olin menyalahkan dirinya. Kenapa dia tidak menabung dari beberapa minggu yang lalu. Coba dia mau nabung. Nggak perlu repot-repot deh nyari sponsor dana.
Eh...wait! Olin mendadak bangun dari posisi tidurnya. “Kain vest-nya tadi dari jins item. Itu kan  sama kayak baju hamil Mama dulu.” gumamnya. “Aha! Gue punya ide!” pekiknya saat tiba-tiba ada sebuah ide terinstal di otaknya. 
Sedetik kemudian Olin langsung membongkar gudang untuk mencari baju hamil mamanya di tumpukan baju lama. Setelah mendapatkannya, ia segera ke kamar dan bersemedi mencari ilham untuk menyulap baju hamil Mamanya menjadi sebuah vest keren ala Olin. Mau tau gimana cara nyulapnya? Yang jelas nyulapnya bukan dengan cara ala Limbad, atau dengan mantranya Harry Potter. Melainkan dengan menjahitnya. Yup! Olin akan menjahit.
Langkah pertama yang harus Olin lakukan adalah membuat pola. Lewat majalah, ia mengamati bentuk vest untuk lebih detailnya. Lalu ia mengambil salah satu bajunya untuk menjiplak ukuran tubuhnya. Setelah itu barulah ia menggambar pola vest pada selembar kertas besar.
Selesai menggambar, ia menggunting kain jins tersebut dengan mengikuti pola yang telah ia buat. Setelah digunting, kain tersebut dijahit. Ini dia part yang paling sulit. Karena menjahit itu perlu kesabaran. Apalagi menjahitnya secara manual alias nggak pake mesin jahit. Perlu ekstra sabar nih.
“Adow!” jerit Olin saat tak sengaja jarinya tertusuk jarum, “Ah! Belum apa-apa tangan gue udah KO!” gerutunya. Namun bukan Olin namanya kalau stok semangatnya tipis. Dengan semangat full Olin terus berjuang hingga titik keringat penghabisan. Ya...Walaupun ia penjahit amatir, tapi paling nggak dulu pas pelajaran menjahit di SD dia masuk teruslah. Jadi lumayan tahu serba-serbi menjahit.
Berkat  ketidakmalasannya di masa lampau yang nggak pernah absen pelajaran menjahit, dan berkat semboyan ‘Ada niat ada hasil’ yang terus dikobarkannya, akhirnya vest tersebut selesai juga! “Nah...tinggal nambah pernak-pernik deh!” ujarnya girang sambil mengusap keringat di dahinya.
Dengan modal pita, kancing-kancing lucu, dan payet warna-warni, Olin benar-benar berhasil
menyulap baju hamil mamanya menjadi sebuah vest keren yang kalau dipajang di distro sudah bisa disebut sebagai karya designer terkenal.
 Karena baju hamil Mama ternyata gede banget, sehingga masih ada banyak sisa yang bisa dimanfaatkan, Olin kembali memutar otak. Dibikin rok mini aja! Pikirnya. Tak lama kemudian ia kembali berkutat dengan sejoli yang tak dapat dipisahkan. Yakni jarum dan benang.
Ia langsung menggunting jins tersebut sesuai dengan lingkar pinggangnya. Agar roknya tidak terlihat hanya kotak polos begitu saja, ia menambah  aksen rimple pada bagian bawahnya. Sebagai aksesoris Olin  melintangkan pita berglitter pink dan silver di atas rimple agar matching dengan kaos stripes pink-putihnya. Sesaat Olin merasa amazing sendiri. Kok tangannya jadi lincah menjahit gini ya? Apa ini yang disebut keajaiban semangat when there is a will there is a way?
%%%%%
Pensi pun tiba. Terpeta jelas di wajah Olin kepuasan dan kepercayaan diri karena menggunakan baju made in me-nya. Ia yakin bahwa ia tidak akan minder bila nanti bertemu Kikan dengan baju branded-nya ataupun Mita dengan dress anggunnya. Karena ia punya sesuatu yang lebih membanggakan.
Olin nampak manis dengan kaos stripes pink-putihnya, dilapisi vest buatannya, dan rok berrimple yang juga buatannya. Untuk rambut, Olin mengenakan bandana putih. Rambutnya yang sudah dari pabriknya sono curly di bagian bawahnya, kian menambah manis penampilanya malam itu.
Tidak jauh dari tempat Olin berdiri sekarang, terlihat Mita dan Kikan sedang berbincang-bincang. Dilihat dari ekspresi excited Kikan dan ekspresi bosan Mita, Olin sudah bisa menebak bahwa Mita sedang menjadi korban sebagai objek ajang pamernya Kikan. Kasihan Mita. Semoga ia diberi ketabahan ekstra dari yang Maha Kuasa untuk menghadapi spesies macam Kikan. Amin. Batin Olin.
“Hai ,Mit, Kan!” sapa Olin.
“Olin!” Mita nampak surprise melihat Olin, “Baju lo keren lho, Lin!” pujinya langsung.
 “Roknya cute abis...manik-maniknya...perpaduan warnanya semua perfect.” gumam Kikan terpana.
“Thanks! Ini bikin sendiri lho, Kan!” kata Olin semakin PD.
“Oh..eh...!” Kikan yang berprinsip anti muji kelebihan orang lain, langsung geragapan setelah nyadar kalau barusan dia muji Olin. “Nah!Ini lho D&G yang gue ceritain kemarin, Lin!” pamer Kikan.
“Oh itu D&G lo! Kalo ini gue bikin sendiri. Tanpa musti capek-capek ke Milan pula!” Olin balik pamer sekalian nyindir Kikan yang langsung cemberut tersindir sedangkan Mita tersenyum puas. Sukurin!
“Halo...anak-anak!” Miss Raifa guru bahasa Inggris yang charming banget menyapa. “Lho, ini Olin ya? You look so gorgeous...” Miss Raifa nampak takjub juga melihat Olin. Yang dipuji jelas langsung tersanjung mendengarnya, “Thanks Miss. Anyway, ini bikinan sendiri lho, Miss, ” pamer Olin.
“Oh...ya...bagus lho....kalau begitu kamu jadi designer saja. Trus nanti Miss pesen baju ke kamu. Tapi diskon ya?” sanjung Miss Raifa lagi. Olin hanya mengacungkan jempol dan tersenyum girang.
 Tak lama kemudian pandangan Miss Raifa bergulir pada Kikan. Lebih tepatnya pada kerah Kikan yang ada merknya. “Kikan, baju kamu beneran D&G ?” tanya beliau. Dengan semangat Kikan langsung mengagguk dan mengatakan kalau belinya langsung di Milan.
“Kikan, tapi D&G yang asli jahitannya kuat dan nggak gampang lepas,” tutur beliau seraya menarik sehelai benang yang mencuat di pundak Kikan. Kontan aja Kikan langsung keki. Masa D&G yang harganya jutaan jahitannya lepas?
“Dan...sepertinya kamu ketipu, Kan! Bahannya juga beda lho. Seperti ini di Jakarta juga banyak.” ujar Miss Raifa lagi. Dalam hitungan detik muka Kikan langsung merah padam karena malu kebohongannya ketauan. Olin dan Mita senyam-senyum sendiri melihat Kikan ketauan ngibul. 
“Eh, Kan! Itu stand Aksesorisnya udah buka. Ayo ke sana katanya mau beli bandana. Ya udah ya Miss...Mau berburu aksesoris dulu!” cerocos Olin panjang lebar lalu menarik Kikan dan Mita pergi untuk menyelamatkan harga diri Kikan. Fiuh...untung Olin baik hati. Kalau nggak, bisa mewek di tempat tuh si Kikan kemakan malu. Hihihi...

Hai-Hai lagi! Hehe...
Nah, ini cerpen yang usianya juga udah cukup bangkotan. Nih cerpen selesai gue tulis pada tanggal 6 November 2010. Karena berbulan-bulan nggak ada kabar, berarti kesimpulannya nih cerpen resmi ditolak. hehe...
Oya, di cerpen ini kan ada lampiran segala tuh. Itu lampirannya salah. Jangan ditiru ya. Hehe maklum masih pemula.
Jadi, gini ceritanya. Cerpen ini mau gue kirim ke majalah Aneka Yess. Pada tahun itu majalah Aneka Yess mengharuskan para pengirim cerpen untuk mengirimkan cerpennya disertai surat pengantar. Berhubung gue waktu itu belum punya modem dan males ke warnet, jadi waktu itu gue males searching tentang format surat pengantar yang bener itu kayak apa . Jadinya ya udah, gue bikin aja surat pengantar asal-asalan. 
Yaaa... Next time deh. Gue posting contoh surat pengantar tuh kayak apa.
Oke, sekian postingan gue. Thanks sudah mampir yaaah :D

Tidak ada komentar: