Lampiran
Dengan
ini saya Aristi Aminna Dian Pradana
menyatakan bahwa cerpen berjudul When There Is A Will There Is A
Way orisinil dan belum pernah dipublikasikan ke media manapun sebelumnya.
Kepada pihak Aneka Yess! mohon mempublikasikan cerpen saya. Terimakasih atas
perhatiannya dan kesediaan mempublikasikan cerpen saya.
Tertanda
Aristi Pradana
When There is a Will, There is a Way
“Gila!
Kardigan jelek mirip gombal masak nyokap gue gini aja Rp 300.000,-. Sadis amat
yang ngasih harga!” umpat Olin saat melihat-lihat baju di salah satu kawasan
perbelanjaan.
“Ehem-ehem!”
tiba-tiba terdengar deheman keras dari belakang Olin.
Olin yang
lagi naik darah kontan langsung memaki orang tersebut tanpa melihat siapa orang
tersebut terlebih dahulu, “Kalau lagi batuk diobatin donk! Jorok tau sampe
dahakan gitu!” makinya.
“Jorok
ya?” sahut orang tersebut dengan nada tenang.
“Ya
iyalah!” protes Olin sebal. Pake nanya!
“Tadi
ngatain jelek. Sekarang nagtain jorok. Berani bayar berapa buat bayar denda
atas tindakan tidak sopan?” tiba-tiba orang tersebut menantang. Nah lho! Kok
orang itu marah-marah Olin ngatain kardigan yang dijual di toko ini jelek. Jangan-jangan.....
Olin berbalik perlahan dan berharap semoga feelingnya
salah. Namun, ternyata bukan Dewi Fortuna yang menyertainya saat ini. Melainkan
Dewi Apes yang menyertainya. Jadilah Olin apes, karena ternyata yang di
belakangnya adalah sang pemilik toko!
“Em...e..”
Olin geragapan. Bingung mau berkata apa
pada sang pemilik toko tersebut, “Em...ada yang lebih mahal nggak dari ini? Soalnya
harga kan biasanya menentukan banget ya kan? Nah ini cuma Rp 300.000,-. Jadi
ya...kurang okelah! Ada yang 2 juta nggak? Kalau ada saya ambil yang 2
juta itu aja deh, Bu!” Olin beralasan. Semoga dengan berlagak sok kaum borjuis
seperti ini dapat menyelamatkan harga dirinya!
Ibu paruh
baya dengan dandanan heboh plus menor disana-sini yang ternyata sang pemilik
toko itu langsung menatap Olin dari atas sampe bawah―bolak-balik pulak!―dengan
tatapan yang mengisyaratkan sejuta arti. Nggak percaya, nggak mungkin, mustahil
dan segala bentuk ketidakpercayaan kalau Olin ini tajir.
Dalam
hati ibu itu berniat mau mengambilkan saja baju seharga 2 juta. Biar mati nih
anak nggak bisa bayar. “Ya sudah tunggu sebentar saya ambilkan bajunya.” kata
ibu itu lalu menghilang di balik deretan baju yang berjuntai indah bikin semua
orang laper mata.
Tapi Olin
ternyata lebih pinter ketimbang ibu-ibu nggak sadar umur itu. Pas si ibu itu
masuk ke dalam ngambilin baju, Olin langsung kabur dari toko. Nggak peduli
mbak-mbak SPG -nya pada ngeliatin
Olin. Yang penting selamet dari rajanya dulu. SPG ,
urusan belakangan. Orang nggak kenal aja.
Selamat
dari badak menor itu, Olin kembali ke misinya beburu baju murah tapi tetap up-to-date
untuk acara pensi lusa nanti. Niatnya sih dia mau nggak datang. Tapi nggak ikut
pensi akan berakibat mengubah dirinya seakan-akan menjadi manusia purba yang
kesasar di tahun 2010. Mengapa? Karena nanti ia akan diberondong cemooh
berbunyi, ‘Dari abad berapa sih lo dateng? Masa sampe nggak ikut pensi?’.
Sadis kan? Jadi jangan sampe deh ngalamin bencana bernama ’Nggak Ikut Pensi’!
Sudah
hampir 3 jam Olin muter-muter di Mangga Dua sampe betisnya udah nggak bisa
dibedain lagi sama pemain sepak bola. Tapi, perburuannya belum juga membuahkan
hasil. Ya gimana lagi. Olinnya sih yang kelewat kere. Dia nggak mau nabung
jauh-jauh hari buat prepare pensi. Alhasil dia cuma mematok budget
Rp 30.000,- untuk mendapatkan satu stel
baju lengkap dari atas sampe bawah. Dapet apaan coba. Angkotnya ke sana aja
udah makan dana Rp 3000,- ?! Sebenarnya Olin juga sudah tahu segala
kemustahilan itu dari awal. Tapi, ia terus berusaha menentramkan pikirannya dan
terus memaksa otaknya untuk percaya bahwa keajaiban itu ada. Tapi nyatanya....
“Ah...270.000! Angka nol di duit gue kurang
satu nih. Coba nol di duit gue bisa ditambahin. Jadi deh nih baju gue bawa
pulang.” gerutunya dalam verse ke-1. “Halah! Keliatannya aja Diskon 50%
plus 15%! Tapi kalau harga awalnya 300.000 juga sama aja nggak kebeli!” itu verse
ke-2. “Ha! Ada yang 27.000 nih!” pekiknya girang. Namun beberapa saat kemudian,
“Ya ampun ternyata cuma kaos oblong putih doangan. Mana buat cowok pula! Sama
juga boong!” itu verse ke-3 nya.
Dan
kenyataannya adalah nggak ada keajaiban! Nelangsa banget tuh bocah. Jalan-jalan
sendirian, muka juga kelipet-lipet BT gitu. Udah mirip anak ilang. Tapi Olin
nggak mau nyerah. Ia tetap berkeliling menelusuri hingga ke sudut-sudutnya.
Meneliti setiap baju yang ia temui dengan rumus pengeliminasian. Yaitu
mengeliminasi yang harganya nggak kompromi sama kantong, dan mempertimbangkan
yang sesuai persyaratan (murah dan up-to-date). Namun perbandingan keduanya
hampir sejuta banding seperempat. Alias banyakan yang nggak cocok dari pada
yang cocok. Huh! deretan baju ini bener-bener bikin ngeces! Pikir Olin.
Tiba-tiba
pikirannya teralihkan oleh sebuah vest yang keren abis. Bahannya jins
hitam dengan hiasan manik-manik pink dan abu-abu yang membentuk gambar
tengkorak. Pasti di-mix sama kaos stripes-stripes pink putih
bagus, pikirnya. GUE MAU YANG INI. Rasanya
Olin ingin teriak. Namun suaranya tertahan oleh rasa kecewa karena
harganya mahal. Urgh...!
%%%%%
“Kalau gue mau pake dress biru gue yang
baru itu,” ujar Mita nggak mau kalah dengan Kikan yang katanya pensi nanti mau
pake terusan Dolce & Gabbana yang asli dibeliin kakaknya dari Milan.
“Warna dress
lo bagus, lho Mit! Biru laut! Kalau terusan D&G gue itu warnanya peach-peach
gitu. Trus model kerahnya yang mirip kimono itu keren banget bikin terusan gue
keliatan kalau asli branded. Dan untung gue punya tas tangan Fendi warna
putih kan match banget sama D&G gue itu,” jelas Kikan panjang lebar
dengan penekanan lebih pada setiap kata D&G dan Fendi. Bilang aja mau pamer.
Pake embel-embel muji dressnya Mita segala biar nggak keliatan pamer! Batin
Olin sengit.
“Lin
besok lo mau pake apa?” tanya Mita kepada Olin, hanya sekedar untuk menyiasati
Kikan yang sudah siap-siap mau mamerin terusan D&Gnya lagi, supaya mingkem!
“Gue sih
yang jelas mau pake baju bukan karung beras.” jawab Olin cuek.
“Ih....Olin!
Ngelawak mulu! Serius nih!” desak Mita kepada Olin yang emang jago ngebanyol,
“Jadi baju lo ntar gimana? Awas ya kalau jawabnya ngaco lagi!” ancam Mita.
Duh...Mita
ngebet banget sih pingin tau baju gue ntar. Baju gue kan jauh gila levelnya
sama dia. Bisa ajlok nih karisma gue. Pikir Olin.
Olin
memutar otak. Dan kayaknya kabur menjadi satu-satunya jalan keluar saat ini.
“Aduh, Mit! Kayaknya perut gue kangen kamar mandi deh! Gue ke kamar mandi dulu,
ya! Emergency!” seru Olin bohong dan langsung kabur tanpa menghiraukan 2
teman sekelasnya yang hanya bisa bengong.
%%%%%
Dengan
wajah kusut, Olin masuk ke kamarnya dan langsung membanting diri di atas
ranjang tempat tidurnya. Tamatlah riwayat gue! Batinnya nelangsa. Udah nangis
bombay sampe mata pedes cuma biar Mama luluh mau mengucurkan dana, e...nggak
taunya Mama tetep keukeuh nggak mau bagi duit sedikitpun. Sambil
menerawang langit-langit kamarnya, Olin masih membayangkan vest yang ia
temui kemarin.
“Keren
banget!” desahnya pelan dengan wajah mupeng yang kembali kumat. Dari jins item,
trus ada manik-manik tengkoraknya. Pasti kalau dipaduin sama kaos garis-garis
pink putih yang gue punya cocok. Batinnya lagi. Di sisi lain, Olin menyalahkan
dirinya. Kenapa dia tidak menabung dari beberapa minggu yang lalu. Coba dia mau
nabung. Nggak perlu repot-repot deh nyari sponsor dana.
Eh...wait!
Olin mendadak bangun dari posisi tidurnya. “Kain vest-nya tadi dari jins item.
Itu kan sama kayak baju hamil Mama
dulu.” gumamnya. “Aha! Gue punya ide!” pekiknya saat tiba-tiba ada sebuah ide
terinstal di otaknya.
Sedetik
kemudian Olin langsung membongkar gudang untuk mencari baju hamil mamanya di
tumpukan baju lama. Setelah mendapatkannya, ia segera ke kamar dan bersemedi
mencari ilham untuk menyulap baju hamil Mamanya menjadi sebuah vest
keren ala Olin. Mau tau gimana cara nyulapnya? Yang jelas nyulapnya bukan
dengan cara ala Limbad, atau dengan mantranya Harry Potter. Melainkan dengan
menjahitnya. Yup! Olin akan menjahit.
Langkah
pertama yang harus Olin lakukan adalah membuat pola. Lewat majalah, ia
mengamati bentuk vest untuk lebih detailnya. Lalu ia mengambil salah
satu bajunya untuk menjiplak ukuran tubuhnya. Setelah itu barulah ia menggambar
pola vest pada selembar kertas besar.
Selesai
menggambar, ia menggunting kain jins tersebut dengan mengikuti pola yang telah
ia buat. Setelah digunting, kain tersebut dijahit. Ini dia part yang
paling sulit. Karena menjahit itu perlu kesabaran. Apalagi menjahitnya secara
manual alias nggak pake mesin jahit. Perlu ekstra sabar nih.
“Adow!”
jerit Olin saat tak sengaja jarinya tertusuk jarum, “Ah! Belum apa-apa tangan
gue udah KO!” gerutunya. Namun bukan Olin namanya kalau stok semangatnya tipis.
Dengan semangat full Olin terus berjuang hingga titik keringat
penghabisan. Ya...Walaupun ia penjahit amatir, tapi paling nggak dulu pas pelajaran
menjahit di SD dia masuk teruslah. Jadi lumayan tahu serba-serbi menjahit.
Berkat ketidakmalasannya di masa lampau yang nggak
pernah absen pelajaran menjahit, dan berkat semboyan ‘Ada niat ada hasil’ yang
terus dikobarkannya, akhirnya vest tersebut selesai juga! “Nah...tinggal
nambah pernak-pernik deh!” ujarnya girang sambil mengusap keringat di dahinya.
Dengan
modal pita, kancing-kancing lucu, dan payet warna-warni, Olin benar-benar
berhasil
menyulap
baju hamil mamanya menjadi sebuah vest keren yang kalau dipajang di
distro sudah bisa disebut sebagai karya designer terkenal.
Karena baju hamil Mama ternyata gede banget,
sehingga masih ada banyak sisa yang bisa dimanfaatkan, Olin kembali memutar
otak. Dibikin rok mini aja! Pikirnya. Tak lama kemudian ia kembali berkutat
dengan sejoli yang tak dapat dipisahkan. Yakni jarum dan benang.
Ia
langsung menggunting jins tersebut sesuai dengan lingkar pinggangnya. Agar
roknya tidak terlihat hanya kotak polos begitu saja, ia menambah aksen rimple pada bagian bawahnya.
Sebagai aksesoris Olin melintangkan pita
berglitter pink dan silver di atas rimple agar matching dengan
kaos stripes pink-putihnya. Sesaat Olin merasa amazing sendiri.
Kok tangannya jadi lincah menjahit gini ya? Apa ini yang disebut keajaiban
semangat when there is a will there is a way?
%%%%%
Pensi pun tiba. Terpeta jelas di wajah Olin kepuasan dan
kepercayaan diri karena menggunakan baju made in me-nya. Ia yakin bahwa
ia tidak akan minder bila nanti bertemu Kikan dengan baju branded-nya
ataupun Mita dengan dress anggunnya. Karena ia punya sesuatu yang lebih
membanggakan.
Olin
nampak manis dengan kaos stripes pink-putihnya, dilapisi vest buatannya,
dan rok berrimple yang juga buatannya. Untuk rambut, Olin mengenakan bandana
putih. Rambutnya yang sudah dari pabriknya sono curly di bagian
bawahnya, kian menambah manis penampilanya malam itu.
Tidak
jauh dari tempat Olin berdiri sekarang, terlihat Mita dan Kikan sedang
berbincang-bincang. Dilihat dari ekspresi excited Kikan dan ekspresi
bosan Mita, Olin sudah bisa menebak bahwa Mita sedang menjadi korban sebagai
objek ajang pamernya Kikan. Kasihan Mita. Semoga ia diberi ketabahan ekstra
dari yang Maha Kuasa untuk menghadapi spesies macam Kikan. Amin. Batin Olin.
“Hai
,Mit, Kan!” sapa Olin.
“Olin!”
Mita nampak surprise melihat Olin, “Baju lo keren lho, Lin!” pujinya
langsung.
“Roknya cute abis...manik-maniknya...perpaduan
warnanya semua perfect.” gumam Kikan terpana.
“Thanks!
Ini bikin sendiri lho, Kan!” kata Olin semakin PD.
“Oh..eh...!”
Kikan yang berprinsip anti muji kelebihan orang lain, langsung geragapan
setelah nyadar kalau barusan dia muji Olin. “Nah!Ini lho D&G yang gue
ceritain kemarin, Lin!” pamer Kikan.
“Oh itu
D&G lo! Kalo ini gue bikin sendiri. Tanpa musti capek-capek ke Milan pula!”
Olin balik pamer sekalian nyindir Kikan yang langsung cemberut tersindir
sedangkan Mita tersenyum puas. Sukurin!
“Halo...anak-anak!”
Miss Raifa guru bahasa Inggris yang charming banget menyapa. “Lho, ini
Olin ya? You look so gorgeous...” Miss Raifa nampak takjub juga melihat
Olin. Yang dipuji jelas langsung tersanjung mendengarnya, “Thanks Miss. Anyway,
ini bikinan sendiri lho, Miss, ” pamer Olin.
“Oh...ya...bagus
lho....kalau begitu kamu jadi designer saja. Trus nanti Miss
pesen baju ke kamu. Tapi diskon ya?” sanjung Miss Raifa lagi. Olin hanya
mengacungkan jempol dan tersenyum girang.
Tak lama kemudian pandangan Miss Raifa
bergulir pada Kikan. Lebih tepatnya pada kerah Kikan yang ada merknya. “Kikan,
baju kamu beneran D&G ?” tanya beliau. Dengan semangat Kikan langsung
mengagguk dan mengatakan kalau belinya langsung di Milan.
“Kikan,
tapi D&G yang asli jahitannya kuat dan nggak gampang lepas,” tutur beliau
seraya menarik sehelai benang yang mencuat di pundak Kikan. Kontan aja Kikan
langsung keki. Masa D&G yang harganya jutaan jahitannya lepas?
“Dan...sepertinya
kamu ketipu, Kan! Bahannya juga beda lho. Seperti ini di Jakarta juga banyak.”
ujar Miss Raifa lagi. Dalam hitungan detik muka Kikan langsung merah padam
karena malu kebohongannya ketauan. Olin dan Mita senyam-senyum sendiri melihat
Kikan ketauan ngibul.
“Eh, Kan!
Itu stand Aksesorisnya udah buka. Ayo ke sana katanya mau beli bandana.
Ya udah ya Miss...Mau berburu aksesoris dulu!” cerocos Olin panjang lebar lalu
menarik Kikan dan Mita pergi untuk menyelamatkan harga diri Kikan.
Fiuh...untung Olin baik hati. Kalau nggak, bisa mewek di tempat tuh si Kikan
kemakan malu. Hihihi...
Hai-Hai lagi! Hehe...
Nah, ini cerpen yang usianya juga udah cukup bangkotan. Nih cerpen selesai gue tulis pada tanggal 6 November 2010. Karena berbulan-bulan nggak ada kabar, berarti kesimpulannya nih cerpen resmi ditolak. hehe...
Oya, di cerpen ini kan ada lampiran segala tuh. Itu lampirannya salah. Jangan ditiru ya. Hehe maklum masih pemula.
Jadi, gini ceritanya. Cerpen ini mau gue kirim ke majalah Aneka Yess. Pada tahun itu majalah Aneka Yess mengharuskan para pengirim cerpen untuk mengirimkan cerpennya disertai surat pengantar. Berhubung gue waktu itu belum punya modem dan males ke warnet, jadi waktu itu gue males searching tentang format surat pengantar yang bener itu kayak apa . Jadinya ya udah, gue bikin aja surat pengantar asal-asalan.
Yaaa... Next time deh. Gue posting contoh surat pengantar tuh kayak apa.
Oke, sekian postingan gue. Thanks sudah mampir yaaah :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar