Jumat, 01 Februari 2013

Kenapa sih dia harus datang di kehidupan gue?

Kenapa sih dia harus datang di kehidupan gue? Mungkin ini udah keseratus kalinya gue bertanya pada diri gue sendiri dengan format pertanyaan yang sama persis. Dan mungkin ini udah keseratus kalinya gue mendapati diri gue nggak punya jawaban atas pertanyaan yang sama.
Gue berbicara tentang cowok pertama. (Bagi yang belum baca postingan gue sebelumnya, pasti ngira gue punya banyak cowok. Makanya gue sampe harus memberikan penomeran kayak sapi mau dikurbanin. Sapi pertama, sapi kedua, sapi ketiga. Cowok pertama, cowok kedua, cowok ketiga. Hehehe bukan gitu maksud gue, giblik. Yah pokoknya kalau mau jelas baca deh postingan gue sebelumnya.)
Oke, gue akuin hubungan gue dengan si cowok pertama ini sangat buruk. Hubungan gue sama dia itu beda tipis sama hubungan dua orang yang bermusuhan. Yang bikin hubungan kami bisa nggak disebut sebagai hubungan musuh adalah, kami nggak saling lempar celurit. Itu doang.
Posisinya itu kayak kasus proyek Hambalang. Tau kan kasus korupsi tentang wisma atlet di Hambalang itu? Nggak ada ujungnya. Belibet. Berlarut-larut. Hubungan kami itu kaku. Nggak menyenangkan. Bahkan cenderung membebani kadang.
Gue nggak benci dia. Gue juga nggak menyalahkan dia. Malahan gue justru menyalahkan diri gue sendiri. Gue akuin gue pernah suka sama dia. Tapi kemudian sikap dia bikin gue kecewa. Dan akhirnya gue males ketemu dia. Gue menarik mundur diri gue sejauh-jauhnya. Seakan gue nggak kenal dia.
Masalah ini tuh ibarat nasi telah menjadi nasi aking, tau nggak!? Dibiarin gitu aja, berharap semuanya bakal selesai sendiri, tapi bagaikan bom, lama kelamaan dia meledak.
Aduuuuh…. Sekali lagi gue nggak tahan untuk bertanya, kenapa sih dia harus datang di kehidupan gue?
Gue udah nggak suka sama dia. Gue udah mati rasa. Dan pandangan gue ke dia berubah. Presepsi gue tentang dia udah berubah. Respek gue udah ilang. Gue nggak bisa meletakkan dia di daftar orang-orang “baik” yang gue kenal. Tapi gue juga nggak bisa meletakkan dia didaftar “musuh”. Temen bukan musuh juga bukan. A scratch will always be visible, no matter how hard you try to hide it. A war in a relationship can be erased. But the relationship would never be as strong as before. Ini seperti cacat, yang nggak akan bisa pulih kembali. Ini sulit diperbaiki.
Tapi, jujur. Dalam hati, gue rasa gue ngomong ini sulit diperbaiki hanya karena gue belum mencoba memperbaikinya. All things are difficult before they are easy, right?
Tapi, gue udah terlanjur nyaman dengan keadaan seperti ini. Keadaan seperti sebelum gue kenal dia.
Tapi, gue juga nggak bisa bohong ke diri sendiri. Gue nggak pengen nyiptain musuh. Apalagi bentar lagi gue lulus. Nggak keren ah lulus ninggalin musuh.
Tapi, tapi, tapi….
Aduuuuh….. Kenapa sih dia harus datang di kehidupan gue, ha? Dia menyulut api! Dan gue harus bersusah payah memadamkannya! Dia pikir gue pemadam kebakaran, apa?!
Ngomong-ngomong tentang api, jadi inget lagunya Adele. Jadi pengen nyanyiin lagunya Adele deh. Hehe…
Yaudah deh. Gue mau dengerin lagunya Adele dulu. Postingan kali ini gue tutup dengan perdebatan batin gue yang belum mencapai kata mufakat. Begitu saja postingan saya kali ini. Sekian dan terima kasih ya



1 komentar:

Anonim mengatakan...

buset , lu nyuruh orang mati dong dengan pernyataan "kenapa dia datang di kehidupan"