Selasa, 30 Oktober 2012

Quotes of today 1


I believe everything is can be learnt
Everything...
Life, fate, and love
Even when you hate someone, you can learn to love


World would feels better
World would sounds amazing
World would looks full of dazzle
World would do that, when you can accept everyone's character
World would do that, when you can accept the difference among us
World would do that, when you can get your ego to be calm down


A big future, was built up by a smalldream
A big life, was arranged by some separated puzzle
A big person, consist of patient, convince, and determination


What looks good, doesn't mean it is as good as you look.
What looks good, maybe was started from a modereate thing
What looks great, maybe was started from a simple thing
Everything starts from the bottom, than it walks, it climbs to the top

Minggu, 21 Oktober 2012

sharing: i doubt you, my friend


Aku pernah membenci orang karena suatu hal. Tidak tanggung-tanggung. Yang kubenci itu adalah sahabatku sendiri. Sahabat. Bukan teman. Tapi sahabat. Orang yang kupercayai, orang yang mengerti aku sepenuhnya. Dan suatu ketika aku membencinya lebih dari musuh termenyebalkanku sekalipun. Ya, dia tanpa sengaja pernah membuat kesalahan fatal dan itu sangat mengecewakanku. Berbulan-bulan aku memendam rasa kesalku. Lama-lama rasa kesal itu meledak dan bermetamorfosis menjadi rasa benci. Di depan sahabatku itu, aku berlaku baik. Tapi dalam hati aku membencinya setengah mati. Aku belum bisa memaafkannya saat itu. Ya, lambat laun aku merasa persahabatanku mulai tidak sehat. Aku tahu letak penyakitnya adalah aku sendiri yang tidak mau memaafkan sahabatku. Dan satu-satunya obat untuk menyehatkan persahabatanku adalah aku harus memaafkannya tanpa harus menunggu dia meminta maaf. Semuanya berjalan lambat. Jujur aku butuh waktu lama untuk memaafkannya. Tapi lambat laun semuanya pulih kembali. Aku sudah mulai melupakan kesalahannya, walau terkadang masih sakit hati bila mengingatnya. Tapi semuanya berjalan mengalir. Dan aku sudah menganggapnya lagi sebagai sahabat. #really?

Sharing: ego atau intuisi?


Mengalahkan ego itu susahnya luar biasa. Dalam diri manusia, sebenarnya ada manusia lain di dalam dirinya. Yeah, mungkin sedikit mengerikan aku mengibaratkannya. Tapi kenyataannya memang begitu. Ada manusia lain dalam diri kita. Manusia itu adalah EGO. Ego terkadang membantu, tapi juga kadang merugikan. Tapi sayangnya ego cenderung sering merugikan. Ya, kita hidup itu bagaikan memiliki anak kembar. Mereka sama-sama keras kepala dan susah sekali mengalah. Di saat itulah manusia bernama ego dan manusia bernama intuisi yang bersemayam dalam diri kita berperan. Keduanya memiliki posisi yang sederajat, memiliki hak yang sederajat, dan memiliki andil yang sama besar terhadap diri kita. Kalau begitu, di saat seperti ini saatnya Sang Ibu yaitu akal kita untuk bertindak. Ke mana kita akan mengarahkan diri kita? Menuruti si ego, atau si intuisi?

sharing: shit you, damn you, who the hell are you, huh????


Dibohongi itu sakit. Bukan hanya dalam urusan cinta yang namanya kepalsuan itu menyiksa. Dalam urusan sosial biasa pun itu sangat menyiksa. Aku pernah dibohongi. Aku tahu tujuannya baik. Tapi, aku merasa dipecundangi. Aku merasa dinilai bodoh. Aku merasa tidak dihargai. Aku merasa si perencana kebohongan itu bertindak seenaknya, tidak meminta persetujuan dariku mau atau tidak untuk dibohongi. Rasanya, ah…. Aku benar-benar merasa dipermainkan. Pembohong itu orang yang kejam. Sangat kejam. Sekalipun tujuannya demi kebaikan, aku merasa diinjak-injak. Si pembohong itu tidak mempertimbangkan perasaanku. Sekalipun sebenarnya kebohongan yang dilakukannya tidak memberi dampak positif maupun negatif bagiku, tapi tanpa dia tahu sebenarnya dampak-dampak yang dikiranya tidak ada itu ada pada diriku. Karena kebohongannya itu aku merasakan dampak negatif. Aku merasakan rasanya dinilai bodoh, diinjak-injak, tidak dihargai. Kejam! Jujur sampai sekarang, aku belum bisa memaafkan si pembohong itu 100%. Aku masih merasakan goresan-goresan luka tiap kali mengingat dia membohongiku.
Anyway, postingan kali ini nggak penting banget yah? Auk ah pemirsa. Pokoknya saya lagi kesel! Wkwkwk... labil bos #hiks hiks sambil nangis

sharing: tak terbatas


Kita menempuh perjalanan yang sama jauh. Bedanya kau sudah tau seberapa jauh perjalanan itu, dan aku belum tahu seberapa jauh perjalanan itu. Tapi sebenarnya panjang perjalanan itu sama. Sama-sama menghabiskan waktu yang lebih dari satu detik, sama-sama menelan jarak yang lebih dari satu senti. Pokoknya semuanya sama. Tapi, perjalananku terasa lebih berat. Sementara perjalananmu terasa ringan. Kenapa? Ternyata karena aku belum tahu seberapa jauh perjalanan ini. Ketidaktahuan itu membuatku mati penasaran. Ketidaktahuanku itu membuat hatiku kelelahan terus bertanya-tanya. Ketidaktahuanku itu membuatku muak karena terus berada dalam ketidakpastian. Ya, itu dia poinnya. Ketidakpastian. Ketidakpastian itulah yang membenani pikiran sehingga segala sesuatu terasa berat. Berbeda denganmu yang telah mengetahui dari awal seberapa jauh perjalanan ini. Biarpun perjalanan ini memakan waktu satu abad sekalipun, tapi perjalananmu akan jauh terasa ringan daripada perjalananku. Kenapa? Karena perjalananmu sudah pasti. Kau sudah pasti tahu perjalananmu menghabiskan waktu satu abad. Sementara aku? Aku belum tahu. Dan aku akan terus tersiksa dalam keombang-ambingan ini.

Minggu, 23 September 2012

Sharing : Inspiring people Houtman Zainal Arifin


Assalamu’alaikum, guys! Kali ini aku mau memposting tentang kisah hidup seseorang yang mudah-mudahan bisa memberi pencerahan buat kalian semua. Btw, postingan ini bersumber dari tayangan “Chating Dengan Yusuf Masyur” yang dulu tayang di ANTV episode Quantum Changing 2. Kalau mau lihat spoiler videonya monggo dibuka di you tube ya.
Well, tokoh ini punya kisah hidup yang hebat. Asam, manis, pahit, asin (nano nano kaleee) udah dirasain semua sama beliau. Yang paling mencengangkan dari beliau adalah, beliau ini melamar kerja sebagai OB (Office Boy) tapi pensiun sebagai Vice Pressident. Hayooo gimana coba?
Ya, begini ceritanya. Nama beliau adalah Houtman Zainal Arifin. Kelahiran tanggal 27 Juli 1950, Kediri. Pekerjaannya sekarang adalah mengajar di perusahaan-perusahaan swasta serta nasional, maupun di lembaga pemerintah, termasuk perguruan tinggi, dan sekarang sedang asik membuat buku. Beliau juga menjadi pengurus di berbagai instansi atau lembaga sosial seperti yayasan.
Pekerjaan awal beliau bermula dari The First National City Bank atau sekarang disebut City Bank. Di kantor tersebut beliau melamar sebagai OB pada 5 Desember tahun 1968, dan pensiun sebagai Vice Precident pada November 1987.
Kisah hidup beliau bermula dari pindahnya beliau ke Jakarta. Beliau kemudian tinggal di Kampung Bali dari tahun 1951-1974.
 Selama bercerita di acara islami ini, beliau pertama mewanti-wanti terlebih dahulu, “Saya wajib berlindung supaya saya jauh dari riya. Jarang sekali saya berbicara tentang diri saya.”
Subhanallah, begini nih orang yang benar-benar besar. Bijaksana, dan tetap mengutamakan agama. Walaupun udah jadi orang besar, beliau tetep takut riya. Subhanallah…
Yah, mari dilanjut lagi.
Beliau berasal dari keluarga yang bisa dibilang pas-pasan. Waktu tinggal di tanah abang, ayah beliau sakit keras. Orang tua pengen berobat, tapi nggak ada biaya. Melihat keadaan seperti itu, beliau nggak mau menyerah. Bermodal cuma Rp 2.000,- dan itu juga minjem dari temen, beliau menjadi pedagang asongan menjajakan perhiasan imitasi. Alhamdulillah waktu itu laku keras. Beliau udah senengnya bukan main. Pikir beliau, “Emak pasti seneng. Kain yang dulu digadein biar dapet duit, bisa diambil.” (Sekedar informasi, dulu memang kain pun juga bisa digadaikan. Saya dulu sempet magang di pegadaian dua bulan soalnya hehe…)
Yah, ketika beliau sudah menuai hasil dari usahanya, Eh… ternyata Allah memberi cobaan. Tiba-tiba dateng kantib. Dagangan beliau diinjek, sampai jatuh ke lumpur.
Dari sini, beliau belajar. Ada tiga hal yang beliau dapat dari sekelumit cobaan ini.
Beliau yang waktu itu masih terbilang muda, sempet protes ke Allah. “Ya Allah, Mau cari nafkah halal kok susah banget. Emangnya ini terjadi tanpa izin-MU?”
Maksudnya --> Memangnya ini terjadi tanpa izin-Mu? Maksudnya adalah, Allah yang mengizinkan segala sesuatu terjadi. Berarti datangnya orang-orang yang menghancurkan dagangan beliau juga atas izin Allah. Kenapa sekejam itu?
Tapi kemudian, tiba-tiba hati kecil beliau menasihati diri beliau. “Jangan cengeng!” bisik hati beliau. “Ini Allah baru bercanda,” tambah hati beliau. Beliau kemudian membantah hatinya, “Bercanda sih bercanda. Ya tapi jangan begini dong bercandanya!” begitu protes beliau. Trus hati beliau menasehati lagi, “Lebih mending diajak bercanda dari pada didiemin. Orang tua kalo marah diem terus. Pilih mana? Dibercandain atau didiemin?”
Nah, itu pelajaran pertama yang beliau dapat dari sekelumit cobaan di hari tersebut. Pelajaran kedua dan ketiga, berikut mari kita simak.
Ketika semua dagangan beliau sudah rusak bercampur lumpur, ternyata teman-temannya yang dari kawula rendah seperti tukang sepatu, tukang sayur, dan lain-lain, beramai-ramai membersihkan dagangan beliau.  Subhanallah, beliau mendapat pelajaran kedua. Beliau sadar, “Lihatlah, yang menolong kamu itu kaum duafa. Bukan orang berdasi, bukan orang yang naik mobil. Kalau mau jadi orang, deketlah dengan orang kecil!” begitu nasihat hati kecil beliau.
Pelajaran ketiga pun beliau dapatkan juga. Beliau teringat sepatu orang-orang besar tadi (Kantib). Hati kecil beliau pun kembali berkata, “Nanti kalau udah jadi orang gede gampang banget nginjak orang. Menjadi orang besar itu, pasti ada rangsangan untuk melecehkan orang kecil.”
Sampai di rumah, beliau melihat ada orang gila wara-wiri di sekitar rumah beliau. Orang gila itu hampir nggak pake baju. Beliau pada saat itu cuma punya baju 3 pasang. Hebatnya, beliau ikhlas memberi ke orang gila itu sepasang baju plus sabun plus sisir. Pada hari ketiga, Subhanallah, Maha Suci Allah, Allah melipatkan rezeki beliau. Tiba-tiba datang surat yang menyatakan bila beliau diterima menjadi OB.
Well, beliau kemudian memberi petuah kepada para pemirsa tayangan islami tersebut. “Setiap kejadian ketemu orang, selalu meninggalkan kesan bagi saya. Kita itu akan besar kalau dekat dengan orang kecil. Bukan untuk diinjak, tapi untuk mengagungkan dia.”
Beliau tidak tau teori, bukan orang akademis. Satu menit pun gak pernah jadi mahasiswa, walau pada akhirnya beliau justru pernah jadi dosen pasca sarjana. Beliau berkata bila beliau lebih beruntung karena apa saja yang terjadi di sekitar beliau selalu dijadikan pelajaran.
Waktu jadi OB, beliau melihat training. Karena jabatan beliau hanya OB, beliau tentu tidak dianggap. Bahasa Inggris beliau pun cuma sekedar yes-no. Tapi beliau berprinsip, “Saya harus berbuat. Saya harus pintar.” Setiap hari selama training itu, beliau ada di depan pintu dan mencatat semuanya. Training officer-nya lama-lama jadi menyuruh beliau masuk (tapi secara kasar).
Si training officer mengumumkan pada para trainer, “Pengumuman, dia tidak terdaftar dan dia tidak akan diuji,” kata training officer. Mendengarnya, Bapak Houtman tidak terima. Dia sudah berada di ruangan yang sama berarti dia sudah menjadi salah satu trainer juga dan juga harus diuji. Si Training officer pastinya marah. Udah untung dikasih masuk, eh minta diuji juga.
Pak Houtman lalu menantang diri beliau sendiri, “Saya harus lulus!” batin beliau. Padahal saingan beliau adalah lulusan UI, Michigan, Ohio, ITB dan banyak universitas TOP lainnya. Sementara beliau, SMA bisa lulus aja udah untung.
“Pokoknya harus lulus dan gak boleh jadi yang terakir,” tekad beliau. Lalu Subhanallah, MahaSuci Allah, dari 34 orang beliau termasuk 4 besar dan beliau pada tahun 1978 dikirim ke Eropa.
Di akhir acara Chating Dengan YM, beliau kembali memberi nasihat. “Belajar yang paling paling baik, adalah dengan berteman.”
Beliau kembali bercerita. Dulu dia suka membantu Kang Suryadi (Salah satu pegawai). Beliau suka membantu menyetempel surat-surat. Lalu pada hari kelima, beliau sudah tahu apa itu travel cheque, banker slip, dan lain-lain karena beliau selama menyetempel tidak hanya asal nyetempel tapi juga belajar memahami surat-surat itu serta banyak bertanya.
“Saya itu pintar karena ada orang pintar,” ujar beliau membuat kesimpulan.
Subhanallah, banyak sekali pelajaran-pelajaran yang dapat mencerahkan kita dari kisah hidup beliau. Banyak sekali nasihat-nasihat yang dapat kita renungkan, kita pahami, kita contoh, dan kita terapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Yah, setiap orang memiliki cara memahami kehidupan sesuai versi masing-masing. Jadi, mari kita bermuhasabah dengan diri kita masing-masing. Berusaha merenungkan apa  yang telah Allah lakukan, dan apa yang telah kita lakukan atas balasan terhadap apa yang telah Allah beri pada kita.
Akhir kata, Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh, kawan-kawan. Salam ukhuwah, keep spirit, dan tetap berjiwa muda. Gooooo! Goooo! Goooo! Semangat! (Nyontek sinetron Full House. Hehe)


Sekilas informasi mengenai Bapak Houtman Zainal Arifin :
1.       Beliau adalah salah satu foundernya dompet duafa.
2.       Di rumah beliau ada sekitar 40 anak yatim, yatim piatu, serta  anak terlantar yang diasuh oleh beliau. 
3.
.      Beliau membuat buku berjudul Visa ke Surga. Sebenarnya beliau tidak berminat membuat buku. Puluhan tahun, teman-teman beliau meminta agar beliau menulis kisah hidup beliau. Tapi beliau takut riya. Makanya ditunda-tunda.  Nah, untungnya beliau suka bikin catatan-catatan harian. Ada teman beliau, seorang anak muda, mengirimkan catatan-catatan beliau ke gramedia. Akhirnya diterbitkanlah buku tersebut. Judul buku itu berasal dari dialog dengan pejabat yang bilang “Anda punya Visa ke Surga”. Dari situ judul buku beliau diambil. Buku beliau ini berisi tentang cerita-cerita keajaiban versi beliau pribadi. Bukan mengutip kisah-kisah dari hadits dll. Tapi inti ceritanya menyatakan bila Allah itu ada. Ketika kita berbuat salah, kita disentil dengan halus dan diperingatkan dengan halus pula, karena Allah menyayangi kita.

NB : Catatan ini dibuat untuk menginspirasi banyak orang. Tidak ada maksud untuk menggurui, atau membesar-besarkan seseorang. Catatan ini juga terdapat sedikit editan, namun tidak menyimpang dari sumber aslinya.