Minggu, 02 Agustus 2015

Festival Anak

Assalamu’alaikum, guys!
Well, hari ini adalah hari Minggu, dan ini adalah salah satu hari Minggu terdamai yang pernah aku alami. Hahaha….
Alunan suara radio tetangga sebelah, suara palu beradu dengan kayu karena tetanggaku yang lain sedang memperbaiki rumah, suara burung peliharaan tetanggaku yang lainnya lagi, suara ayam-ayam tetanggaku yang lainnya juga, serta suara anak-anak bermain, dan suara gemericik air di akuarim kecil milik bapak. Semua hal sederhana itu terdengar indah mengalahkan keindahan lagu penyanyi beken sekaliber Raisa, bahkan lebih indah dari Bohemian Rapshody milik Queen. Hahaha…
Kedamaian ini ada alasannya. Apa alasannya?
Yup, karena aku dan teman-teman volunteer serta teman-teman kecilku baru saja merampungkan Fesa. Festival anak. Yeeee. Ini adalah sebuah festival yang bertujuan menampilkan kreatifitas anak-anak dalam bidang seni, yang dihelat pada hari Sabtu 1 Agustus 2015 kemarin. It was wonderful, but also full of sacrifice.
Anyway, aku adalah salah satu volunteer di Solo Mengajar. Aku sudah 5 bulan menjadi pengajar di Taman Cerdas Pajang. Ada banyak sekali kendala yang kami hadapi ketika mempersiapkan Fesa ini. Bahkan, kerap terlintas di benakku untuk tidak mengikuti Fesa. Karena awalnya bagiku mengikutsertakan adik-adik dalam acara Fesa hanyalah sebuah proker yang harus dikerjakan oleh kami para volunteer. Jadi, kadang aku merasa tidak adil. Memaksa adik-adik latihan menari hanya agar kami para volunteer bisa menyelesaikan proker.
Tapi kemudian, pentas ini ternyata bisa mengajarkan kepada anak-anak tentang arti hak dan kewajiban serta arti tanggung jawab. Kalau mereka ingin pentas, mereka wajib latihan. Dan kalau mereka bisa mengerjakan kewajiban mereka, yaitu latihan menari, berarti mereka secara tidak langsung sudah berlatih tanggung jawab. Berlatih bertanggung jawab atas pilihan yang telah mereka pilih, yaitu ikut pentas.
Kerap kali mereka susah sekali diajak latihan. Bahkan kami para volunteer sering harus mengetuk pintu rumah mereka masing-masing agar mereka mau latihan. Kadang juga mereka sudah latihan setengah jalan, tapi karena capek, dimarahi kakak volunteer, atau ada anak-anak lain yang tidak mereka sukai datang ke taman cerdas, mereka jadi tidak mau latihan. Adaaaaaa aja yang bikin mereka nggak mau latihan lagi. Yaaaa namanya anak-anak. Mood-nya benar-benar labil.
Yaaah… ada banyak cerita selama 5 bulan ini. Kami pernah sampai harus ‘berpetualang’ keliling kampung mulai dari melewati kuburan, singgah ke bazar, melewati pinggir sungai, dan lain-lain hanya untuk mengembalikan mood mereka. Capek? Capek lah! Pulang dari kampus, belum mandi, belum makan, sampai di taman cerdas adik-adik mood-nya jelek, udah kami capek eh masih harus berhadapan dengan anak kecil yang nggak mau mengerti kondisi kami. Tapiiiii… oke, kami nggak bisa asal marah-marah hanya agar membuat mereka nurut. Karena kalau begitu mereka malah ngambek dan kabur. Lagi pula itu bisa diartikan sebagai tindak pelampiasan emosi atas rasa lelah kami ke adik-adik. Kan nggak adil. Mentang-mentang kami lelah, lalu kami berhak marah? It’s not like that.
Ada banyak hal yang kami pelajari selama menjadi volunteer. Kami berusaha memahami dunia anak yang penuh imajinasi, egoisme, dan adrenalin. Kami tentunya juga belajar sabar. Kami berusaha untuk tidak banyak melarang anak. Karena, bagi anak-anak orang dewasa adalah musuh mereka. Kenapa? Karena orang dewasa hobinya melarang-larang. Nggak boleh ini, nggak boleh itu. Bawel banget deh pokoknya. Nah, dari sini kami berusaha bersahabat dengan anak-anak, masuk ke dunia anak-anak dan memahami pola pikir mereka sehingga kami bisa melarang mereka lewat cara mereka. Hasilnya, sekarang aku suka anak kecil dan mulai berpikir untuk kelak jadi ibu rumah tangga saja, nggak usah jadi wanita karier. Ya yang itu nggak usah dibahas. Hahaha.

Oke, berikut aku pengen cerita tentang beberapa anak yang sempat ikutan Fesa. Ini dia teman-teman kecilku:

Arifin, kelas 8 SMP Takmirul, si cakep yang dipanggil Aliando sama cewek-cewek. Makanya kami suruh dia memerankan Pangeran Benawa. Anaknya juga kooperatif kalau diajak latihan nari. Walaupun kalau udah pegang Ipad, dia nggak bakal nganggep kakak-kakak volunteer sebagai makhluk hidup yang memiliki eksistensi di dunia, alias kami dicuekin.
Dika, kelas 6 SD Pajang II,  si kreatif yang tertarik dunia broadcast. Dia pengen banget kerja di dunia pertelevisian. Tiap dateng ke TC, laptop aku langsung diotak-atik. Aduuuh… sampai suatu ketika aku harus memarahinya karena laptop mau dipakai latihan nari. Maap ya Dik.
Shidiq, kelas 5 SD Pajang II, si anti damai. Anaknya kecil tapi urakan setengah mati. Biar begitu dia tertarik banget sama pelajaran astronomi. Perbintangan, planet-planet, rotasi bumi, pergantian musim, IPA banget deh.
Eky, Kelas 6 SD Pajang II, si anak gaul. Ke mana-mana bawa pomade. Rajin nabung buat beli baju distro. Anaknya kecil, lebih kecil dari Shidiq. Tapi kalau ngomong teriak-teriak, ampe urat-urat di lehernya kelihatan semua. Tapi biar begitu dia tertarik sama pelajaran IPS. Apalagi tentang negara dan ibu kotanya. Secara dia bola mania. Wkwkwk…
Akbar, kelas 6 SD. Si penyayang kucing. Dia sukkkaaa sama kucing. Dan dia juga merupakan putra bungsu Bunda Evi, penanggung jawab perpustakaan di TC Pajang.
Erlias. Kelas 2 SD Pajang III, si imuuuuut. Anaknya pendek, gembul. Pipinya tembem. Kalau ngomong lucuuuuu banget. Anak-anak banget deh dia. Kemarin kami minta dia jadi MC. Dia yang menjelaskan sekilas tentang apa yang akan kami tampilkan dalam Fesa. Gaya ngomongnya yang lucu bikin semua penonton ketawa. Dan sekarang Erlias udah jago baca tulis yeeee
Tina, Kelas 3 SD Pajang III, si doyan jajan. Tiap pulang dari TC pasti jajan di hik (angkringan) depan TC. Gadis kecil ini paling mudah dikenali dengan dua gigi seri yang over exposed-nya. Hahaha
Ida, Kelas 3 SD Pajang III, si pintar. Anaknya paling nurut. Paling pinter. Kakak-kakak volunteer pada sering rebutan ngajarin Ida. Karena dia paling kooperatif dan gampang diajarin. Tapi dia cengeng dan gampang terpengaruh temen-temennya. Kalau temen-temennya ngasih komando “Nggak usah deket-deket Mbak Risti.” Aduuuuh… Ida langsung menjauh tanpa mencari tahu dulu kenapa harus mengikuti perintah teman-temannya.
Nia, Kelas 3 SD Pajang II, si centil. Dia udah jago lirik-lirik cowok (waduh). Dia pernah bilang ke aku, “Mbak, mas yang itu ganteng ya!”. Dan dia juga jago banget akting nangis. Kalau kemauannya nggak diturutin, dia pura-pura nangis buat menarik perhatian. Heeemmmm…. Aku yang udah hapal dengan senjatanya itu, cuek aja. Biar deh nangis dulu sampe capek sendiri. Hahaha. Eh… tapi dia yang paling pinter nari loh. Dia cepet banget ngapalin gerakan nari.
Lena, Kelas 3 SD Pajang II, si centil juga. Dia kalau dandan heboh. Pakai bando, pakai kalung, gelang, anting. Dia juga bawel. Kalau diajarin ngerjain PR, malah cerita, ngegosipin temen. Haduuuh… belajar jadi nggak selesai-selesai. Tapi kebawelannya itu bikin dia pernah ikut lomba mendongeng di Balai Kota. Keren kaaaan….
Mawar, Kelas 4 SD Sondakan. Yang paling bijak di antara cewek-cewek lainnya. Ya walaupun tetep bawel dan heboh dandan, tapi dia nggak suka ngebully kayak anak-anak lainnya. Dia juga yang paling berani minta maaf kalau dia and the genk bikin salah. Tapi kemarin pas pentas Fesa dia nggak bisa ikut karena sakit. Yaaaah… sedih.
Meta. Nah ini nih! Ini nih! Nih anak nih! Si Meta ini… aduuuuuuh. Paling galak. Paling gampang marah. Hemmmm…. Dan nyebeleinnya lagi, dia itu provokator. Kalau dia nggak suka sama si A misalnya, dia bakal memprovokasi temen-temennya supaya ikutan anti si A. Arghhhhh…. tapi, Meta hadir ibarat soal ujian rum III. Inget kan, jaman testing waktu SD, SMP, SMA, pasti soal rum I itu isinya pilihan ganda, rum II itu isian singkat, rum III itu isian panjang. Nah, si Meta itu ibarat soal rum III, perlu usaha yang lebih keras untuk bisa menanganinya.
Well, sebenernya masih banyak lagi anak-anaknya. Tapi aku belum mengenal lebih jauh lagi. Jadi, cukup mereka dulu ya. Next time kita lanjut dengan anak-anak lainnya.



Tidak ada komentar: