Assalamu’alaikum,
guys!
Well,
hari ini adalah hari Minggu, dan ini adalah salah satu hari Minggu terdamai
yang pernah aku alami. Hahaha….
Alunan
suara radio tetangga sebelah, suara palu beradu dengan kayu karena tetanggaku
yang lain sedang memperbaiki rumah, suara burung peliharaan tetanggaku yang
lainnya lagi, suara ayam-ayam tetanggaku yang lainnya juga, serta suara
anak-anak bermain, dan suara gemericik air di akuarim kecil milik bapak. Semua
hal sederhana itu terdengar indah mengalahkan keindahan lagu penyanyi beken
sekaliber Raisa, bahkan lebih indah dari Bohemian Rapshody milik Queen. Hahaha…
Kedamaian
ini ada alasannya. Apa alasannya?
Yup,
karena aku dan teman-teman volunteer serta teman-teman kecilku baru saja
merampungkan Fesa. Festival anak. Yeeee. Ini adalah sebuah festival yang
bertujuan menampilkan kreatifitas anak-anak dalam bidang seni, yang dihelat
pada hari Sabtu 1 Agustus 2015 kemarin. It was wonderful, but also full of
sacrifice.
Anyway,
aku adalah salah satu volunteer di Solo Mengajar. Aku sudah 5 bulan menjadi
pengajar di Taman Cerdas Pajang. Ada banyak sekali kendala yang kami hadapi
ketika mempersiapkan Fesa ini. Bahkan, kerap terlintas di benakku untuk tidak
mengikuti Fesa. Karena awalnya bagiku mengikutsertakan adik-adik dalam acara
Fesa hanyalah sebuah proker yang harus dikerjakan oleh kami para volunteer.
Jadi, kadang aku merasa tidak adil. Memaksa adik-adik latihan menari hanya agar
kami para volunteer bisa menyelesaikan proker.
Tapi
kemudian, pentas ini ternyata bisa mengajarkan kepada anak-anak tentang arti
hak dan kewajiban serta arti tanggung jawab. Kalau mereka ingin pentas, mereka
wajib latihan. Dan kalau mereka bisa mengerjakan kewajiban mereka, yaitu
latihan menari, berarti mereka secara tidak langsung sudah berlatih tanggung
jawab. Berlatih bertanggung jawab atas pilihan yang telah mereka pilih, yaitu
ikut pentas.
Kerap
kali mereka susah sekali diajak latihan. Bahkan kami para volunteer sering
harus mengetuk pintu rumah mereka masing-masing agar mereka mau latihan. Kadang
juga mereka sudah latihan setengah jalan, tapi karena capek, dimarahi kakak
volunteer, atau ada anak-anak lain yang tidak mereka sukai datang ke taman
cerdas, mereka jadi tidak mau latihan. Adaaaaaa aja yang bikin mereka nggak mau
latihan lagi. Yaaaa namanya anak-anak. Mood-nya benar-benar labil.
Yaaah…
ada banyak cerita selama 5 bulan ini. Kami pernah sampai harus ‘berpetualang’
keliling kampung mulai dari melewati kuburan, singgah ke bazar, melewati
pinggir sungai, dan lain-lain hanya untuk mengembalikan mood mereka. Capek? Capek
lah! Pulang dari kampus, belum mandi, belum makan, sampai di taman cerdas
adik-adik mood-nya jelek, udah kami capek eh masih harus berhadapan dengan anak
kecil yang nggak mau mengerti kondisi kami. Tapiiiii… oke, kami nggak bisa asal
marah-marah hanya agar membuat mereka nurut. Karena kalau begitu mereka malah
ngambek dan kabur. Lagi pula itu bisa diartikan sebagai tindak pelampiasan
emosi atas rasa lelah kami ke adik-adik. Kan nggak adil. Mentang-mentang kami
lelah, lalu kami berhak marah? It’s not like that.
Ada
banyak hal yang kami pelajari selama menjadi volunteer. Kami berusaha memahami
dunia anak yang penuh imajinasi, egoisme, dan adrenalin. Kami tentunya juga belajar
sabar. Kami berusaha untuk tidak banyak melarang anak. Karena, bagi anak-anak
orang dewasa adalah musuh mereka. Kenapa? Karena orang dewasa hobinya
melarang-larang. Nggak boleh ini, nggak boleh itu. Bawel banget deh pokoknya. Nah,
dari sini kami berusaha bersahabat dengan anak-anak, masuk ke dunia anak-anak dan
memahami pola pikir mereka sehingga kami bisa melarang mereka lewat cara
mereka. Hasilnya, sekarang aku suka anak kecil dan mulai berpikir untuk kelak
jadi ibu rumah tangga saja, nggak usah jadi wanita karier. Ya yang itu nggak
usah dibahas. Hahaha.
Oke,
berikut aku pengen cerita tentang beberapa anak yang sempat ikutan Fesa. Ini dia
teman-teman kecilku:
Arifin,
kelas 8 SMP Takmirul, si cakep yang dipanggil Aliando sama cewek-cewek. Makanya
kami suruh dia memerankan Pangeran Benawa. Anaknya juga kooperatif kalau diajak
latihan nari. Walaupun kalau udah pegang Ipad, dia nggak bakal nganggep kakak-kakak
volunteer sebagai makhluk hidup yang memiliki eksistensi di dunia, alias kami
dicuekin.
Dika,
kelas 6 SD Pajang II, si kreatif yang
tertarik dunia broadcast. Dia pengen banget kerja di dunia pertelevisian. Tiap dateng
ke TC, laptop aku langsung diotak-atik. Aduuuh… sampai suatu ketika aku harus
memarahinya karena laptop mau dipakai latihan nari. Maap ya Dik.
Shidiq,
kelas 5 SD Pajang II, si anti damai. Anaknya kecil tapi urakan setengah mati. Biar
begitu dia tertarik banget sama pelajaran astronomi. Perbintangan,
planet-planet, rotasi bumi, pergantian musim, IPA banget deh.
Eky,
Kelas 6 SD Pajang II, si anak gaul. Ke mana-mana bawa pomade. Rajin nabung buat
beli baju distro. Anaknya kecil, lebih kecil dari Shidiq. Tapi kalau ngomong
teriak-teriak, ampe urat-urat di lehernya kelihatan semua. Tapi biar begitu dia
tertarik sama pelajaran IPS. Apalagi tentang negara dan ibu kotanya. Secara dia
bola mania. Wkwkwk…
Akbar,
kelas 6 SD. Si penyayang kucing. Dia sukkkaaa sama kucing. Dan dia juga
merupakan putra bungsu Bunda Evi, penanggung jawab perpustakaan di TC Pajang.
Erlias.
Kelas 2 SD Pajang III, si imuuuuut. Anaknya pendek, gembul. Pipinya tembem. Kalau
ngomong lucuuuuu banget. Anak-anak banget deh dia. Kemarin kami minta dia jadi
MC. Dia yang menjelaskan sekilas tentang apa yang akan kami tampilkan dalam
Fesa. Gaya ngomongnya yang lucu bikin semua penonton ketawa. Dan sekarang
Erlias udah jago baca tulis yeeee
Tina,
Kelas 3 SD Pajang III, si doyan jajan. Tiap pulang dari TC pasti jajan di hik
(angkringan) depan TC. Gadis kecil ini paling mudah dikenali dengan dua gigi
seri yang over exposed-nya. Hahaha
Ida,
Kelas 3 SD Pajang III, si pintar. Anaknya paling nurut. Paling pinter. Kakak-kakak
volunteer pada sering rebutan ngajarin Ida. Karena dia paling kooperatif dan
gampang diajarin. Tapi dia cengeng dan gampang terpengaruh temen-temennya. Kalau
temen-temennya ngasih komando “Nggak usah deket-deket Mbak Risti.” Aduuuuh… Ida
langsung menjauh tanpa mencari tahu dulu kenapa harus mengikuti perintah
teman-temannya.
Nia,
Kelas 3 SD Pajang II, si centil. Dia udah jago lirik-lirik cowok (waduh). Dia pernah
bilang ke aku, “Mbak, mas yang itu ganteng ya!”. Dan dia juga jago banget
akting nangis. Kalau kemauannya nggak diturutin, dia pura-pura nangis buat
menarik perhatian. Heeemmmm…. Aku yang udah hapal dengan senjatanya itu, cuek
aja. Biar deh nangis dulu sampe capek sendiri. Hahaha. Eh… tapi dia yang paling
pinter nari loh. Dia cepet banget ngapalin gerakan nari.
Lena,
Kelas 3 SD Pajang II, si centil juga. Dia kalau dandan heboh. Pakai bando,
pakai kalung, gelang, anting. Dia juga bawel. Kalau diajarin ngerjain PR, malah
cerita, ngegosipin temen. Haduuuh… belajar jadi nggak selesai-selesai. Tapi
kebawelannya itu bikin dia pernah ikut lomba mendongeng di Balai Kota. Keren
kaaaan….
Mawar,
Kelas 4 SD Sondakan. Yang paling bijak di antara cewek-cewek lainnya. Ya
walaupun tetep bawel dan heboh dandan, tapi dia nggak suka ngebully kayak
anak-anak lainnya. Dia juga yang paling berani minta maaf kalau dia and the
genk bikin salah. Tapi kemarin pas pentas Fesa dia nggak bisa ikut karena
sakit. Yaaaah… sedih.
Meta.
Nah ini nih! Ini nih! Nih anak nih! Si Meta ini… aduuuuuuh. Paling galak. Paling
gampang marah. Hemmmm…. Dan nyebeleinnya lagi, dia itu provokator. Kalau dia
nggak suka sama si A misalnya, dia bakal memprovokasi temen-temennya supaya
ikutan anti si A. Arghhhhh…. tapi, Meta hadir ibarat soal ujian rum III. Inget kan,
jaman testing waktu SD, SMP, SMA, pasti soal rum I itu isinya pilihan ganda,
rum II itu isian singkat, rum III itu isian panjang. Nah, si Meta itu ibarat soal
rum III, perlu usaha yang lebih keras untuk bisa menanganinya.
Well,
sebenernya masih banyak lagi anak-anaknya. Tapi aku belum mengenal lebih jauh
lagi. Jadi, cukup mereka dulu ya. Next time kita lanjut dengan anak-anak
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar