Selasa, 18 Agustus 2015

Aku Baru Sadar Aku Punya Nenek

Nenek, atau aku lebih sering memanggilnya simbah. Well, 15 Agustus 2015 kemarin aku pergi ke Jogja sendirian dengan kereta. Tidak biasanya aku tertarik pergi ke rumah keluarga kalau bukan waktu lebaran atau ada moment penting. Kutinggalkan seluruh kepenatan yang ada di Solo dan bertolak ke Jogja selama 4 hari.
Alasanku selain ingin menenangkan pikiran adalah juga karena simbah ingin belajar mengaji. Ya, simbahku ini belum bisa mengaji. Aku juga baru tahu kalau simbah tidak bisa mengaji. Atau lebih tepatnya, sebenarnya selama ini aku pura-pura tidak tahu bahwa simbah tidak bisa mengaji.
3 atau 4 tahun yang lalu aku pernah dengar simbah ingin belajar mengaji. Tapi karena semua keluarga sibuk, keinginan simbah tidak ada yang menindak lanjuti. Aku pun terlalu tenggelam dengan dunia SMA-ku.
Jujur aku sedikit menyalahkan tanteku, anak bungsu simbah yang sejak SMP sudah sekolah di sekolah agama. Pikirku, tante kan sekolah di sekolah agama. Harusnya yang ngajarin simbah ngaji ya tante.
Well, lebih tepatnya sebenarnya bukan menyalahkan, tapi berusaha menghindar dari tanggung jawab. Kalau dipikir-pikir, walaupun aku bukan anak simbah, melainkan cucu simbah, dan walaupun tanteku bersekolah di sekolah agama, tapi bukan berarti aku tidak punya tanggung jawab atas keinginan baik simbahku. Ada darah simbah dalam darahku. Aku tidak akan pernah ada kalau ibuku tidak dilahirkan oleh simbah. Hanya karena keegoisanku lantas aku menutup mata atas kenyataan bahwa aku turut bertanggung jawab atas simbah.
Ya, singkat cerita sekarang aku sedang membantu simbah belajar Iqro. Alhamdulillah beliau sudah hafal 16 huruf. Aku tidak mau memaksa beliau lekas hafal. Dalam sehari beliau bisa menghafal 4 huruf saja aku sudah sangat kagum. Mengingat usia beliau sudah menginjak kepala 6, beliau punya ingatan yang baik terhadap huruf arab yang pastinya sangat asing bagi beliau.
Hari pertama aku mengajari beliau, aku hampir menitikkan air mata. Seketika aku merasa seperti orang yang paling jahat. Berulang kali aku bertanya pada diri sendiri. Kemana saja aku selama ini? 20 tahun hidup di dunia, baru kali ini tergerak mengajari simbah. 20 tahun lamanya. Selama 20 tahun ini pula aku merasa baru kali ini aku menjadi orang yang benar-benar berguna.
Saat belajar mengaji, beliau sempat bertanya pada diri sendiri, “Kenapa simbah nggak belajar ngaji dari dulu-dulu, ya?” tanya beliau. Senyum malu tampak terbentang sesaat di wajah tuanya. “Yaaa… dulu tante sibuk belajar sendiri, dan simbah juga sibuk kerja. Sama-sama sibuk. Tapi, kalau disempat-sempatkan sebenarnya ya bisa, ya?” Senyum malu itu kini perlahan berubah menjadi senyum penuh sesal.
Aku memberikan beberapa kalimat dukungan yang intinya adalah bahwa belajar tidak akan pernah mengenal terlambat. Dalam hati aku berdoa, tolong beri umur panjang pada simbahku. Izinkan beliau lancar membaca Al-Qur’an.
Namun, di sisi lain mulai terbersit pertanyaan dalam pikiranku. Akankah kelak aku juga akan meminta diajari oleh cucuku? Meminta diajari sesuatu yang dulu tidak sempat kupelajari di masa muda hanya karena alasan sibuk, yang sebenarnya hanyalah karena faktor malas dan egois? Akankah begitu? Iya kalau masih diberi umur panjang, iya kalau anak, cucu, atau saudara yang lain peduli dan rela meluangkan waktu untuk mengajariku. Kalau tidak? Mungkin aku hanya akan tersenyum bodoh menyesali kemalasan serta keegoisanku di masa muda.
Tapi yang patut disyukuri adalah bahwa aku masih muda, yang insyaallah aku masih punya waktu panjang. Aku akan mulai belajar memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Termasuk menghabiskan waktu bersama simbah. Mendengar cerita masa kecilnya, cerita tentang anak-anaknya, cerita tentang cucu-cucunya, dan banyak hal lagi. Menjadi pendengar yang baik.

Kini aku baru sadar betapa aku tidak pernah menganggap raga tua itu benar-benar ada. Selama ini aku hanya tahu bahwa aku punya simbah, salah satu anggota keluarga, ibu dari ibuku, dan tinggal di Jogja. Kini, aku sadar bahwa raga tua itu adalah nenekku. Simbahku. Aku baru sadar bahwa aku punya nenek.

Tidak ada komentar: