The
Shawshank Redemption
Pemain:
Tim Robbins, Morgan Freeman
Sutradara
: Frank Darabontdan
Hope is Dangerous, Hope
is Good
Film
yang diproduksi tahun 1994 ini mengisahkan tentang Andy Dufresne yang menjalani
hukuman penjara di Shawshank State Prison atas kasus pembunuhan istrinya. Andy
mengklaim bahwa dirinya tidak membunuh istrinya. Namun pada akhirnya hakim
menjatuhinya hukuman penjara terhitung sejak tahun 1947.
Film
besutan sutradara Frank Darabontdan ini dibanjiri dengan quotes yang membuat kita berpikir panjang. Di awal-awal film,
situasi yang ditampilkan sukses membuat saya bosan. Saya katakan sukses karena menurut
saya ya memang begitulah suasana di dalam penjara. Membosankan.
Bahkan
ada statement yang dilontarkan oleh narapidana bernama Red, diperankan oleh
Morgan Freeman, yang berbunyi kurang lebih seperti ini, “Di penjara orang akan
melakukan apa pun untuk menjaga pikirannya agar tetap bekerja.” Ya, terbatasnya
ruang gerak berakibat pada miskinnya aktivitas serta rendahnya tingkat kehidupan
sosial. Ritme kehidupan pun terasa statis, hambar, membosankan, tidak ada
bedanya antara hari ini, kemarin, maupun esok.
Sedikit
tersentil, di penjara saja orang berusaha untuk tetap mempekerjakan pikirannya.
Namun, kebanyakan orang di luar sana, yang bebas tidak terkurung suatu apa pun,
justru malas-malasan menggunakan pikirannya. Hidupnya hanya diwarnai dengan mengeluh
yang secara tidak langsung justru memenjarakan pikirannya sendiri. Menciptakan
batasan-batasan fiktif, mempersempit daya berpikirnya hingga tak terpikir bahwa
sebenarnya ada banyak cara untuk menyelesaikan masalah.
Well,
terlepas dari itu semua, inti dari film ini yang saya tangkap adalah tentang upaya
seorang Andy Dufresne yang ingin membuktikan pada dirinya sendiri serta kepada orang
lain bahwa sebuah harapan itu dapat
terwujud. Sekalipun harapan itu adalah harapan milik para tahanan Shawshank,
tahanan kelas berat yang masa kurungannya puluhan tahun.
Dalam
film ini, terdapat satu tokoh tahanan yang mendapat hukuman 50 tahun penjara.
Ia bernama Brooks. Puluhan tahun berada di Shawshank State Prison telah merubah
pola pikir dan kebiasaannya. Ketika masa hukumannya berakhir, ia tidak siap
berhadapan dengan dunia luar yang telah berkembang pesat selama ia terkurung
dalam penjara. Ada banyak hal baru yang telah ia lewatkan. Hal tersebut membuatnya
takut dalam menghadapi dunia luar. Ia bahkan berencana merampok atau membunuh
agar ia bisa masuk penjara lagi.
“Mungkin
seharusnya aku mengambil senjata dan merampok. Jadi mereka akan mengirimku pulang. Aku tidak suka berada di sini.
Aku lelah ketakutan sepanjang waktu.”
Brooks
menganggap bahwa penjara adalah rumahnya. Tempat ia bisa pulang. Ia merasa
nyaman di penjara. Ia merasa dianggap. Di penjara ia mendapat tugas tambahan
sebagai penjaga perpustakaan. Di sana ia dianggap sebagai orang penting, orang
terpelajar. Sementara di luar, ia bukan siapa-siapa. Ia hanya dianggap sebagai seorang
bekas napi. Di lingkungan penjara, ia mendapat pengakuan eksistensi akan dirinya. Itu yang membuatnya merasa
nyaman di penjara, dan takut akan dunia luar. Karena sejatinya manusia hidup
membutuhkan pengakuan atas eksistensi diri.
Sama
halnya dengan Brooks, Red—salah satu napi—juga beranggapan bahwa ia lebih baik
berada di penjara. Ia juga sempat berniat merampok atau membunuh agar dapat
kembali ke penjara. Ada satu statement Red yang kembali membuat saya berpikir, “This wall is funny. First you hate them.
Then you get used to. Enough time passes you get so depend on it—Tembok ini
aneh. Awalnya kau akan membencinya. Lalu kau akan terbiasa. Seiring berjalannya
waktu kau bahkan akan bergantung padanya.”
Suatu
hal yang sangat kita benci, ketika kita mampu beradaptasi terhadapnya,
lama-lama kita justru enggan meninggalkannya. Bahkan kita justru bergantung
padanya. Kurang lebih seperti itu asumsi terhadap pola pikir Red.
Di
samping itu, Red juga merasa bahwa ia tidak berhak berharap lebih. Apa yang ia
terima saat itu, ya apa yang harus ia hadapi. Ya itulah takdirnya. Ia tidak
berani untuk melambungkan harapan-harapan. Baginya harapan adalah suatu hal
berbahaya. “Hope is a dangerous thing.
Hope can drive a man insane.” Ia tidak berani berharap untuk dapat hidup di
dunia luar. Itulah yang membuatnya tergantung pada kehidupan penjara dan tidak
siap menghadapi dunia luar.
Berbeda
dengan Brooks dan Red, Andy Dufresne percaya bahwa harapan itu ada dan dapat
terwujud. Ketika ia menginginkan penjara memiliki sebuah perpustakaan yang
layak, kepala penjara berkata bahwa pemerintah tidak memiliki anggaran untuk
membangun perpustakaan. Andy berinisiatif untuk mengirim surat kepada
pemerintah. Kepala penjara mengatakan bahwa pemerintah tidak mungkin menggubris
surat Andy—yang hanya seorang napi. Namun Andy bersikeras mengirimi pemerintah
surat secara rutin setiap minggunya. Ia berpikir bahwa tidak mungkin pemerintah
akan selamanya mengabaikan surat-suratnya. Dan terbukti setelah 6 tahun Andy
menulis surat, pemerintah memberi surat balasan beserta sumbangan dana dan buku
untuk perpustakaan. Terdengar sepele: menulis surat. Selama 6 tahun terus
menerus menulis surat, surat itu baru berbalas. Menyalakan suatu harapan agar
terus menyala, itulah yang sulit.
Dengan
berbagai cara, Andy Dufersne yang diduga membunuh istrinya berusaha melakukan
berbagai hal bermanfaat selama ia dipenjara. Selama itu pula ia tetap
menyalakan harapannya bahwa ia tidak bersalah dan layak bebas. Hope is a good thing. Maybe the best of
thing. And no good thing ever dies. Harapan adalah sebuah hal baik. Mungkin
yang terbaik. Dan suatu hal baik tidak akan pernah mati.